Teater konflik
Serangan pembuka
Kebingungan Blok Sentral
Strategi Blok Sentral mengalami miskomunikasi. Jerman telah berjanji mendukung invasi Austria-Hongaria ke Serbia, namun penafsiran maksudnya berbeda. Rencana penempatan pasukan yang sebelumnya diuji telah diganti pada awal 1914, namun penggantian tersebut tidak pernah diuji dalam latihan. Para pemimpin Austria-Hongaria yakin Jerman akan melindungi perbatasan utaranya dari serbuan Rusia.[30] Meski begitu, Jerman mengharapkan Austria-Hongaria mengarahkan sebagian besar tentaranya ke Rusia, sementara Jerman menangani Perancis. Kebingungan ini mendorong Angkatan Darat Austria-Hongaria membagi pasukannya antara front Rusia dan Serbia.Pada tanggal 9 September 1914, Septemberprogramm, sebuah rencana memungkinkan yang menyebutkan tujuan perang tertentu Jerman dan persyaratan yang dipaksakan Jerman terhadap Blok Sekutu, dibuat oleh Kanselir Jerman Theobald von Bethmann-Hollweg. Rencana ini tidak pernah dilaksanakan secara resmi.
Kampanye Afrika
Sejumlah pertempuran pertama dalam perang melibatkan kekuatan kolonial Britania, Perancis, dan Jerman di Afrika. Tanggal 7 Agustus, tentara Perancis dan Britania menyerbu protektorat Togoland Jerman. Tanggal 10 Agustus, pasukan Jerman di Afrika Barat Daya menyerang Afrika Selatan; pertempuran sporadis dan sengit berlanjut sampai akhir perang. Pasukan kolonial Jerman di Afrika Timur Jerman, dipimpin Kolonel Paul Emil von Lettow-Vorbeck, melakukan kampanye peperangan gerilya selama Perang Dunia I dan baru menyerah dua minggu setelah gencatan senjata diberlakukan di Eropa.[31]Kampanye Serbia
Posisi artileri tentara Serbia pada Pertempuran Kolubara.
Pasukan Jerman di Belgia dan Perancis
Jerman ingin bergerak bebas melintasi Belgia (dan Belanda juga, meski ditolak Kaiser Wilhelm II) untuk bertemu Perancis di perbatasannya. Jawaban dari Belgia netral tentu saja "tidak". Jerman kemudian merasa perlu menyerbu Belgia, karena inilah rencana satu-satunya yang ada andai terjadi perang dua front di Jerman. Perancis juga ingin menggerakkan tentara mereka melintasi Belgia, tetapi Belgia menolak untuk menghindari pecahnya perang apapun di tanah Belgia. Pada akhirnya, setelah serbuan Jerman, Belgia mencoba menggabungkan pasukan mereka dengan Perancis (namun sebagian besar pasukan Belgia mundur ke Antwerpen tempat mereka dipaksa menyerah ketika semua harapan bantuan pupus).
Rencana ini meminta agar sisi kanan Jerman bergerak ke Paris, dan awalnya Jerman berhasil, terutama pada Pertempuran Frontiers (14–24 Agustus). Pada 12 September, Perancis, dengan bantuan dari pasukan Britania, menghambat pergerakan Jerman ke timur Paris pada Pertempuran Marne Pertama (5–12 September) dan mendorong pasukan Jerman 50 km ke belakang. Hari-hari terakhir pertempuran ini menandakan akhir dari peperangan bergerak di barat.[10] Serangan Perancis ke Alsace Selatan, dimulai tanggal 20 Agustus dengan Pertempuran Mulhouse, mengalami sedikit kesuksesan.
Di sebelah timur, hanya satu pasukan lapangan, yaitu pasukan ke-8, yang bergerak cepat melalui kereta api melintasi Kekaisaran Jerman. Pasukan yang dulunya cadangan di barat ini dipimpin oleh Jenderal Paul von Hindenburg untuk mempertahankan Prusia Timur, setelah berhasil melakukan serbuan awal ke Rusia dengan dua unit pasukan. Jerman mengalahkan Rusia dalam serangkaian pertempuran yang secara kolektif disebut Pertempuran Tannenberg Pertama (17 Agustus – 2 September). Akan tetapi, invasi Rusia yang gagal lebih disebabkan oleh berhentinya serangan Jerman di barat dan kekalahan taktis oleh Angkatan Darat Perancis di Marne. Pasukan Jerman semakin lelah dan pasukan cadangannya dipindahkan untuk menangani invasi ke Rusia. Staf Jenderal Jerman di bawah Jenderal Helmuth von Moltke yang Muda juga telah memperhitungkan bahwa pemanfaatan transportasi tentara cepat melalui kereta api tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan di luar Kekaisaran Jerman. Blok Sentral gagal mendapatkan kemenangan cepat di Perancis dan terpaksa berperang di dua front. Pasukan Jerman mengambil posisi defensif yang baik di dalam Perancis dan berhasil melumpuhkan mobilisasi 230.000 tentara Perancis dan Britania secara permanen. Meski begitu, masalah komunikasi dan keputusan komando yang bisa dipertanyakan menggagalkan impian kemenangan awal Jerman.[34]
Asia dan Pasifik
Pria di Melbourne mengambil brosur perekrutan, 1914.
Front Barat
Awal peperangan parit (1914–1915)
Taktik militer sebelum Perang Dunia I gagal menyamai kemajuan teknologi. Kemajuan ini memungkinkan terciptanya sistem pertahanan canggih yang tidak mampu disamai taktik militer lama sepanjang perang. Kawat berduri merupakan penghalang efektif terhadap pergerakan infanteri massal. Artileri, jauh lebih mematikan daripada tahun 1870-an, ditambah senjata mesin, menjadikan pergerakan di daratan terbuka sangat sulit dilakukan.[37] Jerman memperkenalkan gas beracun; teknik ini kelak dipakai oleh kedua pihak, meski tidak pernah terbukti menentukan dalam memenangkan suatu pertempuran. Dampaknya sangat sadis, menyebabkan kematian yang lama dan menyakitkan, dan gas beracun menjadi salah satu hal terburuk yang paling ditakuti dan diingat dalam perang ini.[38] Komandan di kedua sisi gagal mengembangkan taktik mematahkan posisi parit dengan tanpa kerugian besar. Sementara itu, teknologi mulai menciptakan senjata-senjata ofensif baru, seperti tank.[39]Setelah Pertempuran Marne Pertama (5–12 September 1914), baik pasukan Entente dan Jerman mengawali serangkaian manuver mengepung dalam peristiwa yang disebut "Perlombaan ke Laut". Britania dan Perancis kelak menyadari bahwa mereka menghadapi pasukan parit Jerman dari Lorraine sampai pesisir Belgia.[10] Britania dan Perancis berupaya melakukan serangan, sementara Jerman mempertahankan teritori yang diduduki. Akibatnya, parit-parit Jerman lebih kokoh ketimbang milik musuhnya, parit Inggris-Perancis hanya bersifat "sementara" sebelum pasukan mereka mematahkan pertahanan Jerman.[40]
Di dalam parit: Pasukan Bedil Kerajaan Irlandia di parit komunikasi pada hari pertama di Somme, 1 Juli 1916.
Kelanjutan peperangan parit (1916–1917)
Kedua sisi tidak mampu memberi pukulan menentukan selama dua tahun berikutnya. Sekitar 1,1 sampai 1,2 juta tentara pasukan Britania dan jajahannya berada di Front Barat pada satu waktu.[42] Seribu batalion, menempati sektor lini dari Laut Utara sampai Sungai Orne, melakukan sistem rotasi empat tahap selama satu bulan, kecuali sebuah serangan sedang terjadi. Front ini memiliki parit sepanjang 9.600 kilometer (5,965 mil). Setiap batalion menduduki sektornya selama seminggu sebelum kembali ke lini pendukung dan terus ke lini cadangan sebelum seminggu di luar lini, biasanya di wilayah Poperinge atau Amiens.
Perwira dan tamtama senior dari Kontingen Bermuda Artileri Milisi Bermuda, Artileri Garnisun Kerajaan, di Eropa.
Pada tanggal 1 Juli 1916, Angkatan Darat Britania Raya mengalami hari paling mematikan dalam sejarahnya, dengan korban 57.470 jiwa, termasuk 19.240 gugur, pada hari pertama Pertempuran Somme. Kebanyakan korban jatuh pada satu jam pertama serangan. Seluruh serangan Somme melibatkan setengah juta prajurit Angkatan Darat Britania.[43]
Skadron kapal perang Hochseeflotte di laut
Secara taktis, doktrin komandan Jerman Erich Ludendorff berupa "pertahanan elastis" cocok dipakai untuk peperangan parit. Pertahanan ini terdiri dari posisi depan yang minim pertahanan dan posisi utama jauh di belakang jangkauan artileri yang lebih kuat, yang dari situlah serangan balasan cepat dan kuat bisa dilancarkan.[46][47]
Ludendorff menulis tentang pertempuran tahun 1917,
Pada pertempuran Menin Road Ridge, Ludendorff menulis,25 Agustus mengakhiri fase kedua pertempuran Flandria. Peristiwa ini memakan banyak korban dari pihak kami ... Pertempuran Agustus mematikan di Flandria dan Verdun membawa tekanan berat bagi tentara Barat. Meski di bawah perlindungan beton, semua tampak kurang kuat menghadapi artileri musuh yang luar biasa. Pada beberapa saat, mereka tidak lagi memiliki ketegasan yang saya, bersama para komandan setempat, harapkan. Musuh berupaya mengadaptasikan diri mereka dengan metode kakmi dalam melakukan serangan balasan ... Saya sendiri mengalami tekanan luar biasa. Suasana di Barat tampak mencegah dilakukannya rencana-rencana kami di manapun. Jumlah korban begitu banyak sehingga kami tidak sempat menguburkan mereka secara layak, dan melebihi semua harapan kami.[48]
Pada Pertempuran Arras 1917, satu-satunya keberhasilan besar militer Britania adalah penaklukan Vimy Ridge oleh Korps Kanada di bawah pimpinan Sir Arthur Currie dan Julian Byng. Tentara yang menyerang, untuk pertama kalinya, mampu mengalahkan, bersatu dengan cepat, dan mempertahankan pegunungan yang membatasi dataran Douai yang kaya akan kandungan batu bara.[50][51]Serangan besar lain dilancarkan terhadap lini kami pada tanggal 20 September ... Serangan musuh terhadap pasukan ke-20 berhasil, yang membuktikan superioritas serangan terhadap pertahanan. Kekuatan mereka tidak melibatkan tank; kami melihat mereka begitu tidak nyaman, tetapi terus mengerahkan semuanya. Kekuatan serangan terletak di artileri, dan faktanya artileri kami tidak mampu memberi dampak yang cukup untuk memecah infanteri saat mereka terus bersatu pada saat itu juga.[49]
Perang laut
Pada awal perang, Kekaisaran Jerman memiliki kapal jelajah yang tersebar di seluruh dunia, beberapa di antaranya dipakai untuk menyerang kapal dagang Sekutu. Angkatan Laut Kerajaan Britania Raya secara sistematis memburu mereka, meski menanggun malu akibat ketidakmampuannya melindungi kapal Sekutu. Misalnya, kapal jelajah ringan Jerman SMS Emden, bagian dari skadron Asia Timur yang berpusat di Tsingtao, menangkap atau menghancurkan 15 kapal dagang, serta menenggelamkan sebuah kapal jelajah Rusia dan kapal penghancur Perancis. Namun sebagian besar Skadron Asia Timur Jerman—terdiri dari kapal jelajah lapis baja Scharnhorst dan Gneisenau, kapal jelajah ringan Nürnberg dan Leipzig dan dua kapal angkut—tidak diberi perintah mencegat jalur perkapalan dan malah diperintahkan kembali ke Jerman ketika bertemu kapal perang Britania. Armada Jerman dan Dresden menenggelamkan dua kapal jelajah lapis baja pada Pertempuran Coronel, namun hampir hancur pada Pertempuran Kepulauan Falkland bulan Desember 1914, dengan Dresden dan beberapa kapal pembantu berhasil kabur, tetapi pada Pertempuran Más a Tierra kapal-kapal tadi akhirnya hancur atau ditangkap.[52]Sesaat setelah pecahnya pertempuran, Britania memulai blokade laut Jerman. Strategi ini terbukti efektif, memutuskan suplai militer dan sipil, meski blokade ini melanggar hukum internasional yang diatur oleh beberapa perjanjian internasional selama dua abad terakhir.[53] Britania membuang ranjau di perairan internasional untuk mencegah kapal apapun memasuki seluruh wilayah samudra, sehingga membahayakan kapal yang netral sekalipun.[54] Karena ada sedikit tanggapan terhadap taktik ni, Jerman mengharapkan taktik yang sama terhadap peperangan kapal selamnya yang tidak terhambat.[55]
Pertempuran Jutland (Jerman: Skagerrakschlacht, atau "Pertempuran Skagerrak") 1916 berubah menjadi pertempuran laut terbesar dalam perang ini, satu-satunya pertempuran kapal perang berskala besar dalam Perang Dunia I, dan salah satu yang terbesar dalam sejarah. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 31 Mei – 1 Juni 1916 di Laut Utara lepas pantai Jutland. Armada Laut Lepas Kaiserliche Marine, dipimpin Wakil Laksamana Reinhard Scheer, berperang melawan Armada Besar Angkatan Laut Kerajaan, dipimpin Laksamana Sir John Jellicoe. Pertempuran ini buntu, karena Jerman, yang kalah jumlah dengan armada Britania, berhasil kabur dan mengakibatkan kerusakan lebih banyak bagi armada Britania daripada yang mereka terima. Secara strategis, Britania menguasai lautan, dan sebagian besar armada permukaan Jerman masih tertahan di pelabuhan selama perang berlangsung.[56]
Kapal-U Jerman berusaha memotong jalur suplai antara Amerika Utara dan Britania.[57] Sifat peperangan kapal selam berarti bawha serangan bisa datang tanpa peringatan, sehingga memberi kemungkinan selamat yang kecil bagi awak kapal dagang.[57][58] Amerika Serikat mengeluarkan protes, dan Jerman mengganti aturan pertempuran. Setelah penenggelaman kapal penumpang RMS Lusitania tahun 1915, Jerman berjanji tidak lagi menyerang kapal penumpang, sementara Britania mempersenjatai kapal-kapal dagangnya dan menempatkan mereka di luar perlindungan "aturan kapal jelajah" yang meminta peringatan dan penempatan awak di "tempat aman" (standar yang tidak dimiliki sekoci).[59] Akhirnya, pada awal 1917, Jerman menerapkan kebijakan peperangan kapal selam tak terbatas, menyadari bahwa Amerika Serikat akan ikut berperang.[57][60] Jerman berupaya menghambat jalur laut Sekutu sebelum Amerika Serikat dapat memindahkan pasukan dalam jumlah besar ke luar negeri, tetapi hanya mampu mengerahkan lima kapal-U jarak jauh dengan dampak yang sedikit.[57]
U-155 dipamerkan dekat Tower Bridge di London setelah Perang Dunia Pertama.
Perang Dunia I juga menjadi peristiwa ketika kapal angkut pesawat pertama kali dipakai dalam pertempuran, dengan HMS Furious meluncurkan pesawat Sopwith Camels dalam serangan sukses terhadap hangar Zeppelin di Tondern pada bulan Juli 1918, serta blimp untuk patroli antikapal selam.[63]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar